![]() |
| Gambar : advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO., |
BEKASI,Kabalberitanews.my.id - Praktisi hukum sekaligus advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO., menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden intimidasi yang dialami oleh awak media saat menjalankan tugas jurnalistik di wilayah Ciketing Udik, Bantar Gebang, Kota Bekasi.
Insiden tersebut terjadi ketika wartawan tengah berupaya mengonfirmasi dugaan penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.
Dalam peristiwa itu, salah satu awak media diduga ditodong senjata tajam jenis samurai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Rikha menilai tindakan tersebut merupakan perbuatan brutal, melanggar hukum, dan mencederai kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Tindakan ini tidak hanya mengancam keselamatan jiwa, tetapi juga bentuk obstruction of justice terhadap fungsi kontrol sosial media yang sah dan dilindungi undang-undang,” tegas Rikha, Jumat (17/10/2025).
Selain itu, Rikha juga menyoroti dugaan praktik penimbunan BBM bersubsidi di lokasi kejadian yang dinilai sebagai tindak pidana ekonomi serius.
![]() |
| Lokasi yang tertera adalah tempat penimbunan BBM Bersubsidi. |
Ia mengingatkan, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 55 jo. Pasal 53 huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp60 miliar.
Apabila benar terdapat keterlibatan oknum aparat bersenjata atau pihak yang berlindung di balik institusi tertentu, Rikha meminta agar kasus ini segera ditangani secara transparan dan akuntabel.
“Hal ini mencoreng citra aparat dan melemahkan wibawa hukum di mata masyarakat,” ujarnya.
Dalam pernyataannya, Rikha mendesak tiga langkah penting:
- 1. POM TNI segera memeriksa oknum yang diduga terlibat.
- 2. Kepolisian RI dan Kementerian ESDM menindaklanjuti laporan dugaan penimbunan solar bersubsidi di lokasi tersebut.
- 3. Dewan Pers dan Komnas HAM memberikan perlindungan hukum kepada wartawan yang mengalami intimidasi.
Menutup pernyataannya, Rikha menegaskan bahwa hukum tidak boleh kalah oleh kekuasaan maupun keberanian bersenjata.
“Negara hukum berdiri atas kepastian, keadilan, dan kemanusiaan — bukan atas ancaman dan arogansi,” pungkasnya. (Yan/Red)

