Home Top Ad

Breaking News

Penyalahgunaan LPG Bersubsidi Oleh Perusahaan Pembuatan Panel Listrik, Desa Swalow Utara Balongbendo.

Foto : LPG Bersubsidi sebanyak 19 Buah yang di peruntukan untuk Oven dan Las.


SIDOARJO, Kanalberitanews.my.id– Sebuah perusahaan yang berlokasi di Desa Swalow Utara, RT 05/RW 02, Jalan Mayjen Sungkono, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, diduga telah menjalankan operasional sebagai badan usaha tanpa mencantumkan status badan hukum (PT atau CV) dan menggunakan tabung LPG subsidi secara ilegal.

‎Menurut keterangan pihak perusahaan, yang menjadi penanggung jawab adalah  M. Ansory, warga Desa Kramatjeguh, Kecamatan Trosobo, Sidoarjo. 

‎Ia mengakui bahwa di lokasi terdapat 19 tabung LPG bersubsidi ukuran 13 kg yang dipakai untuk kebutuhan produksi (oven panel listrik) — padahal tabung tersebut resmi diperuntukkan bagi rum-rum tangga atau kelurahan sesuai regulasi subsidi pemerintah.

‎“M. Ansory” menyebutkan bahwa perusahaan tersebut telah aktif sekitar dua tahun, dan memiliki total tujuh karyawan. Ia juga menyampaikan bahwa pemakaian tabung bersubsidi “disetujui oleh RT/RW” setempat, dan bahwa verifikasi perizinan untuk unit ini digabung bersama perusahaan induk dengan status “cabang”. 

‎“iya betul kita pakai LPG subsidi, dan keterangan dari verifikasi perizinan jadi satu dengan perusahaan induk kalau yang ini perusahaan cabang.”Terangnya Sabtu (Tgl. 25/25)

Gambar : M. Ansory yang bertanggungjawab di perusahaan yang penyalahgunaan LPG Dan ketentuan lainnya 

‎Lebih lanjut, pihak perusahaan mengakui bahwa dalam kegiatan operasional tidak ada jaminan keselamatan kerja (safety) maupun kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk karyawannya.

‎Berdasarkan regulasi yang berlaku, penyalahgunaan LPG bersubsidi oleh badan usaha dapat dijerat dengan sejumlah pasal berikut:

‎Ketentuan dalam Undang‑Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah diubah melalui Undang‑Undang Nomor 6 Tahun 2023 (bagian dari paket omnibus law) yakni Pasal 40 angka 9 yang mengubah Pasal 55 UU 22/2001. 

‎Aturan ini menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar gas atau LPG yang disubsidi pemerintah dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling tinggi Rp 60 miliar. 

‎Selain itu, bagi pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa tanpa memenuhi standar dan kewajiban pelaku usaha konsumen seperti tertib informasi, dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 62 ayat (1) menegaskan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda hingga Rp 2 miliar bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU 8/1999. 

Nampak dalam perusahaan yang peruntukan LPG Subsidi, selama Dua Tahun

‎Menggunakan LPG bersubsidi untuk keperluan komersial/industri, bukan sebagaimana tujuan subsidi untuk rumah tangga atau masyarakat miskin.

‎Beroperasi tanpa status badan hukum yang jelas (PT/CV) dan tanpa perlindungan kerja terhadap karyawan.

‎Kepada aparat penegak hukum dan instansi terkait direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan mendalam: verifikasi legalitas perusahaan, audit penggunaan LPG bersubsidi, serta investigasi terkait perlindungan hak karyawan.

‎Pengakuan M. Ansory bersama kondisi usaha yang tidak mencantumkan badan usaha yang sah, serta penggunaan tabung LPG subsidi untuk kegiatan industri, menunjukkan adanya dugaan pelanggaran serius terhadap regulasi penyediaan energi dan perlindungan konsumen. 

‎Bila terbukti, konsekuensi hukum bisa sangat berat, dengan potensi sengketa pidana maupun administratif. Bersambung Part #2 Koran cetak. (Tim/Red)