![]() |
Foto : Kompol Cosmas Kaju Gae |
JAKARTA – Keputusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri yang menjatuhkan hukuman pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) kepada Kompol Cosmas Kaju Gae menuai sorotan.
Kompol Cosmas, perwira Brimob yang berada di kendaraan taktis saat aksi unjuk rasa 28 Agustus lalu, dinilai tidak layak menerima sanksi seberat itu.
Praktisi hukum, Advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO., menilai keputusan KKEP terlalu keras dan berpotensi tidak sesuai asas keadilan.
“Beliau bukan pengemudi kendaraan yang menabrak korban. Dalam hukum pidana, pertanggungjawaban itu individual, bukan otomatis melekat pada atasan,” tegas Rikha, Jumat (5/9).
Rikha mengingatkan, Pasal 55 KUHP hanya membebankan pertanggungjawaban pada pelaku, orang yang menyuruh, atau turut serta.
Selain itu, Perpol No. 7 Tahun 2022 mewajibkan sanksi etik tetap berlandaskan keadilan dan proporsionalitas.
Bahkan, keputusan administratif yang dianggap merugikan anggota Polri dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kalau tidak ada bukti perintah, menjatuhkan PTDH jelas tidak adil,” lanjutnya.
![]() |
Advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO., |
Sebagai langkah hukum, Rikha menyarankan Kompol Cosmas mengajukan banding ke Komisi Banding KKEP Polri.
Jika hasil banding tetap dianggap tidak adil, gugatan ke PTUN bisa ditempuh untuk mencari keadilan.
Di sisi lain, Rikha menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya Affan Kurniawan, driver ojek online yang meninggal dalam tragedi tersebut.
Namun ia menilai, sanksi PTDH terhadap Kompol Cosmas terkesan terburu-buru.
“Beliau pantas diberi kesempatan tetap mengabdi. Sanksi proporsional seperti demosi lebih tepat, bukan pemecatan,” pungkasnya.