![]() |
| Foto : Advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO. |
Nagekeo,Kanalberitanews.my.id– Dugaan penyiksaan yang mengakibatkan tewasnya Prada Lucky, prajurit TNI AD Yon TP 834/WM Nagekeo, memicu kecaman keras dari Advokat Rikha Permatasari, S.H., M.H., C.Med., C.LO.
Ia menilai peristiwa ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
Menurut Rikha, hak untuk hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, sebagaimana diatur Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Selain itu, Pasal 33 UU HAM dan Konvensi Anti Penyiksaan yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1998 secara tegas melarang segala bentuk penyiksaan.
“Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, tetapi masuk ranah pidana militer. Pasal 338 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM mengancam hukuman penjara seumur hidup bagi pelaku pembunuhan di lingkungan militer. Pasal 351 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM mengatur penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan Pasal 422 KUHP jo. Pasal 103 KUHPM menjerat penyalahgunaan kekuasaan oleh atasan,” tegasnya.
![]() |
| Gambar sebagai pemanis |
Ia menekankan, seluruh pihak yang terlibat, baik pelaku langsung maupun yang membiarkan, mulai dari perwira, bintara hingga tamtama, wajib diperiksa oleh Polisi Militer Angkatan Darat (POMAD) dan diadili di Pengadilan Militer.
Rikha juga mendorong reformasi budaya di lingkungan TNI, termasuk penghapusan tradisi kekerasan yang melampaui batas, pemasangan CCTV di asrama, pelatihan anti-penyiksaan, mekanisme pelaporan rahasia (whistleblower), serta evaluasi internal rutin setiap tiga bulan.
“Kami mendesak proses hukum dilakukan transparan, tegas, dan tanpa pandang bulu, agar keadilan bagi keluarga korban tercapai sekaligus menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang,” pungkasnya. (Y4N)

